Disusun oleh :
Nama : Dian Awalia Eka Putri
Prodi : Manajemen Pagi 2
Nim : 18612061
Dosen PKN :
Marsudi,S.Sos., M.Si.
PRODI MANAJEMEN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
TANJUNGPINANG
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
senantiasa melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Pancasila dan Permasalahan SARA (Suku,Ras,Agama,dan
Antargolongan)”.
Adapun
maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan informasi
tentang pentingya pemahaman nilai-nilai Pancasila sebagai wujud rasa persatuan
dan persaudaraan sebagai tugas yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa.
Makalah
ini disusun berdasarkan artikel yang telah dibaca, namun dalam penyusunannya,
penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari taraf kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan guna menyempurnakan segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini.
Satu
harapan penulis semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca.
Tanjungpinang, 13 November 2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………….. 1
1.1
Latar Belakang ………………………………………………………………………….. 1
1.2
Rumusan Masalah ……………………………………………………………………… 2
1.3
Tujuan Penulisan ……………………………………………………………………….. 2
1.4
Manfaat Penulisan ……………………………………………………………………… 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………………………
3
2.1
Kajian teori ……………………………………………………………………………….. 3
2.1.1
Pancasila ………………………………………………………………………………… 3
2.1.2
Suku,Ras,Agama dan Antargolongan (SARA)……………………………. 4
BAB III PEMBAHASAN
…………………………………………………………………………. 7
3.1
Pancasila dan permasalahan SARA yang ada di Indonesia ……………… 7
3.2
Penanganan konflik /kasus SARA di Indonesia ………………………….. 10
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………
13
4.1
Kesimpulan …………………………………………………………………………….. 13
4.2
Saran …………………………………………………………………………………. …. 13
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………… 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia
adalah Negara kepulauan dan memiliki berbagai suku, agama, ras, budaya,
bahasa daerah, dan golongan serta beberapa agama yang diperbolehkan berkembang
di Indonesia. Indonesia memiliki lebih dari 300 suku bangsa. Dimana setiap suku
bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain.
Selain itu masing-masing suku bangsa juga memiliki norma sosial yang mengikat
masyarakat di dalamnya agar taat dan melakukan segala yang tertera didalamnya.
Dalam hal cara pandang terhadap suatu masalah atau tingkah laku memiliki perbedaan.
Ketika terjadi pertentangan antar individu atau masyarakat yang berlatar
belakang suku bangsa yang berbeda, mereka akan mengelompok menurut asal-usul
daerah dan suku bangsanya (primodialisme). Itu menyebabkan
pertentangan\ketidakseimbangan dalam suatu negara(disintegrasi). Secara umum,
kompleksitas masyarakat majemuk tidak hanya ditandai oleh perbedaan-perbedaan
horizontal, seperti yang lazim kita jumpai pada perbedaan suku, ras, bahasa,
adat-istiadat, dan agama. Namun, juga terdapat perbedaan vertikal, berupa
capaian yang diperoleh melalui prestasi (achievement). Indikasi
perbedaan-perbedaan tersebut tampak dalam strata sosial, sosial ekonomi, posisi
politik, tingkat pendidikan, kualitas pekerjaan dan kondisi permukiman.
Sedangkan
perbedaan horizontal diterima sebagai warisan, yang diketahui kemudian bukan
faktor utama dalam insiden kerusuhan sosial yang melibatkan antarsuku. Suku
tertentu bukan dilahirkan untuk memusuhi suku lainnya. Bahkan tidak pernah
terungkap dalam doktrin ajaran mana pun di Indonesia yang secara absolut
menanamkan permusuhan etnik.
Sementara
itu, dari perbedaan-perbedaan vertikal, terdapat beberapa hal yang berpotensi
sebagai sumber konflik, antara lain perluasan batas-batas identitas sosial
budaya dari sekelompok etnik, perubahan sosial, perebutan sumberdaya, alat-alat
produksi dan akses ekonomi lainnya. Selain itu juga benturan-benturan
kepentingan kekuasaan, politik dan ideologi. Untuk menghindari diperlukan
adanya konsolidasi antar masyarakat yang mengalami perbedaan. Tetapi tidak
semua bisa teratasi hanya dengan hal tersebut. Untuk menuju integritas nasional
yaitu keseimbangan antar suku bangsa diperlukan toleransi antar masyarakat yang
berbeda asal-usul kedaerahan. Selain itu faktor sejarahlah yang mempersatukan
ratusan suku bangsa ini. Mereka merasa mempunyai nasib dan kenyataan yang sama
di masa lalu. Kita mempunyai semboyan Bhineka Tunggal Ika. Yaitu walaupun
memiliki banyak perbedaan,tetapi memiliki tujuan hidup yang sama. Selain
itu,pancasila sebagai ideologi yang menjadi poros dan tujuan bersama untuk
menuju integrasi,kedaulatan dan kemakmuran bersama. Sehingga masalah sosial
terkait SARA (Suku Agama Ras dan Antargolongan) di Indonesia perlu diperhatikan
karena tanah air kita ini terdiri dari negara kepulauan dan memiliki berbagai
suku bangsa yang mempunyai perbedaan antar daerah. Hal tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial antar kelompok masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah :
- Bagaimana peranan Pancasila dalam
menyelesaikan kasus SARA dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ?
- Bagaimana
peranan Pancasila dalam membangun persatuan bangsa ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penulisan ini adalah :
- Mengetahui cara penyelesaian kasus
SARA dengan Pancasila
- Mengetahui peranan Pancasila dalam
membangun rasa persatuan bangsa.
1.4 Manfaat penulisan
Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah :
- Memberikan
tambahan pengetahuan kepada masyarakat bagimana menyikapi permasalahan
SARA.
- Menyadarkan
masyarakat tentang arti penting Pancasila dalam mewujudkan rasa persatuan
bangsa.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Kajian teori
2.1.1 Pancasila
1. Definisi
Pancasila
ialah sebagai dasar negara sering juga disebut dengan dasar falsafah negara
(dasar filsafat negara atau philosophische grondslag) dari negara, ideologi
negara (staatsidee). Dalam hal tersebut Pancasila dipergunakan sebagai
dasar untuk mengatur pemerintahan negara. Dengan kata lain ialah , Pancasila
digunakan sebagai dasar untuk mengatur seluruh penyelenggaraan negara.
Sebagai
dasar negara Pancasila dipergunakan untuk dapat mengatur seluruh tatanan
kehidupan bangsa serta negara Indonesia, dalam artian , segala
sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan suatu sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) haruslah berdasarkan Pancasila. Hal
tersebut berarti juga bahwa semua peraturan yang ada dan berlaku di negara
Republik Indonesia harus bersumberkan pada Pancasila.
2. Fungsi Pancasila
Dalam
kedudukannya sebagai dasar negara itu maka Pancasila berfungsi sebagai :
sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Negara Indonesia. Dengan
demikian Pancasila ialah :
- asas
kerohanian tertib hukum Indonesia;
- suasana
kebatinan (geistlichenhinterground) dari UUD;
- cita-cita
hukum bagi hukum dasar negara;
- Pandangan
Hidup Bangsa Indonesia.
- Pancasila
Sebagai Jiwa Bangsa Indonesia
- Pancasila ialah sebagai
kepribadian bangsa Indonesia, yang berarti Pancasila lahir bersama
dengan lahirnya bangsa Indonesia serta ialah ciri khas bangsa Indonesia
dalam sikap mental ataupun tingkah lakunya sehingga dapat membedakan
dengan bangsa lain.
- Perjanjian Luhur berarti Pancasila
telah disepakati secara nasional sebagai dasar negara tanggal 18 Agustus
1945 melalui sidang pada PPKI (Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia)
- Sumber dari segala sumber tertib hokum
berarti , bahwa segala peraturan perundang- undangan yang telah
berlaku di Indonesia harus bersumberkan pada Pancasila atau tidak
bertentangan dengan Pancasila.
- Cita-cita dan tujuan yang akan dicapai
bangsa Indonesia, ialah masyarakat adil serta makmur yang merata
materil serta spiritual yang berdasarkan Pancasila.
- Pancasila
sebagai falsafah hidup yang mempersatukan Bangsa Indonesia.
- Pancasila
sebagai ideologi Bangsa Indonesia.
2.1.2 Suku,Ras,Agama, dan Antar Golongan
(SARA)
- Definisi
SARA
adalah berbagai pandangan dan tindakan yang didasarkan pada sentimen identitas
yang menyangkut keturunan, agama, kebangsaan atau kesukuan dan golongan. Setiap
tindakan yang melibatkan kekerasan, diskriminasi dan pelecehan yang didasarkan
pada identitas diri dan golongan dapat dikatakan sebagai tidakan SARA. Tindakan
ini mengebiri dan melecehkan kemerdekaan dan segala hak-hak dasar yang melekat
pada manusia. SARA dapat digolongkan dalam tiga kategori yaitu :
- Kategori pertama yaitu Individual
: merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh individu maupun kelompok.
Termasuk di dalam katagori ini adalah tindakan maupun pernyataan yang
bersifat menyerang, mengintimidasi, melecehkan dan menghina identitas diri
maupun golongan.
- Kategori kedua yaitu Institusional
: merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh suatu institusi, termasuk
negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, sengaja atau tidak
sengaja telah membuat peraturan diskriminatif dalam struktur organisasi
maupun kebijakannya.
- Kategori ke tiga
yaitu Kultural : merupakan penyebaran mitos, tradisi dan ide-ide
diskriminatif melalui struktur budaya masyarakat.Dalampengertian lain
SARA dapat di sebut Diskriminasi yang merujuk kepada pelayanan yang tidak
adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan
karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan
suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini
disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku,
antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik,
kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari
tindakan.
2. Konflik
SARA
Menurut
pengertian, konflik SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) yaitu suatu
kekerasan yang dilatarbelakangi sentimental antar suku, agama, ras,atau
golongan tertentu. Konflik Sara biasanya karena adanya egoisitas seseorang atau
sekelompok orang yang dilakukan dengan jalan kekerasan. Konflik tersebut bisa
disebabkan hanya karena hal sepele, seperti tersinggung, diledek atau hal-hal
yang sekiranya tidak perlu dibesar-besarkan. Bukan hanya fisik yang terkena
dampaknya, psikispun terganggu. Pasca konflik tersebut seseorang mungkin saja
trauma akibat perlakuan yang tidak pernah dialami sebelumnya dan tidak mau
mengalaminya lagi. Sedangkan primordialisme yaitu suatu paham yang menganggap
bahwa kelompoknya lebih tinggi dan lebih hebat dari kelompok lain.
Primordialisme tertuju kepada pemikiran suatu kelompok terhadap kelompok lain.
Paham tersebut mengakibatkan anggota-anggotanya lebih menghormati kelompoknya
sendiri dibandingkan dengan kelompok lain. Primordialisme dapat berdampak
positif dan juga dapat berdampak negative. Dampak positifnya, lebih
mengeratkan hubungan antar anggota-anggotanya tetapi dampak negatifnya, melihat
kelompok lain lebih rendah dan hina dihadapan mereka, serta segala halnya harus
seperti yang mereka lakukan. Ada sekelompok orang yang ingin mendominasi suatu
kelompok tertentu dan ingin menguasai semua hal yang menurut mereka berharga
dan tak ternilai harganya. Entah itu Sumber Daya Alam, Sumber Daya manusia,
Pertambangan dan lain sebagainya. Tetapi kelompok yang terdominasi ini melawan
sekuat tenaga dan terjadilah konflik. Namun kelompok tersebut tidak dapat
melawan maka, mereka tidak segan-segan menyakiti atau bahkan membunuh demi
kepentingan mereka. Setelah mereka mengambil dan mengeruknya sampai habis, lalu
mereka meninggalkan dan mencari yang lainnya, ini akan berlanjut terus menerus
karena ambisi manusia tidak pernah reda. Konflik tersebut seharusnya dapat
diatasi bila kita saling menghormati satu sama lain dan menjaga agar tidak
terjadi konflik yang berkelanjutan demi keutuhan hidup yang tentram dan damai.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Pancasila dan Permasalahan SARA yang ada
di Indonesia
Permasalahan SARA yang ada di Indonesia
sangatlah beragam. Mulai dari konflik Suku,Agama,Ras maupun Golongan. Seperti
yang sudah kita ketahui dan kita pelajari sejak masih di Sekolah Dasar, bahwa
semboyan Negara Indonesia adalah “Bhineka Tunggal Ika”. Semboyan Bhinneka
Tunggal Ika adalah kutipan dari buku atau kitab Sutasoma karya Mpu
Tantular.
Kata Bhineka Tunggal Ika merupakan bahasa Jawa kuno yang jika diartikan bhinneka berarti beraneka
ragam atau berbeda-beda, tunggal berarti satu,
sedangkan ika berarti itu. Secara harfiah Bhinneka
Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun
berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap satu kesatuan.
Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya,
bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan. Dipersatukan dengan
bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama.
Kata-kata
Bhinneka Tunggal Ika juga terdapat pada lambang negara Republik Indonesia yaitu
Burung Garuda Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila mencengkram sebuah
pita yang bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika.
Seakan
kontras akan semboyan yang selama ini selalu kita bicarakan, kejadian yang ada
di lapangan justru jauh dari makna Bhineka Tunggal Ika. Banyaknya konflik yang
terjadi karena keberagaman suku, agama, atau apapun itu adalah indikasi bahwa
tidak semua orang paham akan makna semboyan negara kita tersebut. Jika mereka
mengaku paham akan makna semboyan Bhineka Tunggal Ika, mereka justru akan
memahami perbedaan tersebut sebagai keberagaman yang akan memperkaya negeri
mereka. Tetapi yang terjadi adalah keberagaman tersebut dijadikan alasan untuk
menonjolkan perbedaan prinsip dan pendapat antar kelompok dan golongan. Bagi
yang menjadikan SARA sebagai konflik, maka mereka belum memahami kesamaan yang
ada dalam diri mereka, karena sebenarnya mereka adalah satu darah, satu bangsa,
dan satu tanah air yaitu Indonesia.
Jika
kita lihat fenomena maraknya konflik berbau SARA saat ini, sebenarnya merupakan
refleksi proses panjang bangsa Indonesia dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika
yang sedang diuji. Jika kita melihat kembali pada masa lalu, tidak akan ada
kita lihat orang berperang atas nama perbedaan. Para pahlawan contohnya.
Walaupun mereka berbeda daerah asal, tapi mereka sama-sama bertujuan dan
bertempur melawan penjajah. Tidak ada yang saling berdebat bahwa cara
peperangan yang baik adalah dari daerahku, atau agama yang paling baik untuk
dipertahankan dan disebarkan pada masyarakat adalah agamaku. Semua seakan
berjalan selaras dan saling berdampingan. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
mengakui banyak perbedaan dan seharusnya tidak ada konflik yang berujung pada
kekerasan. Konflik sebagai alat berekspansi merupakan sifat dasar manusia yang
ingin memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga menimbulkan konflik. Kalau ada
solusi untuk konflik itu maka ada perubahan untuk penyesuaian, sedangkan kalau
tidak ada solusi maka yang terjadi adalah peperangan.
Dengan
adanya konflik SARA yang sering muncul akhir-akhir ini, mungkin kita tidak bisa
hanya menyalahkan orang-orang yang berkonflik saja, tetapi kita juga patut
mengamati kinerja pemerintahan dalam menangani konflik. Selama ini pemerintah
hanya menyampaikan slogan-slogan untuk meredam konflik, tanpa ada ketegasan
dalam sebuah aturan dan tindakan kongkrit. Pemerintah seolah menggampangkan
kasus ini hanya menurunkan anggota militer yang contohnya dalam kasus
penyerangan jemaat Ahmadiyah di Banten yang saat terjadi penyerangan hingga merusak
satu rumah dan menelan tiga korban jiwa, mereka tetap tidak berkutik untuk
menghalang massa tersebut.
Sedangkan
jika dilihat dari dasar negara kita pada sila ketiga yang berbunyi “Persatuan
Indonesia” mengajak masyarakat Indonesia untuk bersatu, menjaga perdamaian
antar individu dan antar kelompok. Dalam sila tersebut jelas digambarkan
sebagai pohon beringin yang melambangkan negara yang besar dimana rakyatnya
bisa berlindung dibawah satu pemerintahan yang kuat. Pancasila adalah ideologi
bangsa, suatu jati diri bangsa, kepribadian bangsa, cita – cita bangsa. Jika
kita gagal mempertahankan makna dari salah satu sila tersebut, maka dengan kata
lain kita pun mulai menghancurkan sendiri jati diri bangsa kita dihadapan
bangsa lain, kita menjatuhkan martabat bangsa kita yang mengaku sebagai negara
dan bangsa yang menganut sistem demokrasi. Cita-cita yang luhur mulia yang
dibuat oleh para perintis kemerdekaan sedikit demi sedikit pudar karena tingkah
laku kita yang tidak bisa menjadi sikap dan perilaku kita.
Dalam
sila “Persatuan Indonesia” diharapkan kita bisa mendukung antara satu dengan
yang lain, membentuk tujuan bersama yang nantinya dapat kita wujudkan dalam
tindakan toleransi kepada semua golongan tanpa melihat adanya status perbedaan
yang dapat mewujudkan Indonesia yang aman, nyaman, dan layak untuk dijadikan
contoh sebagai negara keberagaman yang dapat menyatukan perbedaan sehingga
terciptalah keselarasan yang indah.
Pada
prinsipnya Pancasila dibangun di atas kesadaran adanya kompleksitas,
heterogenitas atau pluralitas kenyataan dan pandangan. Artinya segala sesuatu
yang mengatasnamakan Pancasila tetapi tidak memperhatikan prinsip ini, maka
akan gagal. Berbagai ketentuan normatif tersebut antara lain: Pertama,
Sila ke-3 Pancasila secara eksplisit disebutkan “Persatuan Indonesia“. Kedua,
Penjelasan UUD 1945 tentang Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan terutama pokok
pikiran pertama. Ketiga, Pasal-Pasal UUD 1945 tentang Warga Negara, terutama
tentang hak-hak menjadi warga negara. Keempat, Pengakuan terhadap keunikan dan
kekhasan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia juga diakui, (1)
seperti yang terdapat dalam penjelasan UUD 1945 tentang Pemerintahan Daerah
yang mengakui kekhasan daerah, (2) Penjelasan Pasal 32 UUD 1945 tentang
puncak-puncak kebudayaan daerah dan penerimaan atas budaya asing yang sesuai
dengan budaya Indonesia; (3) penjelasan Pasal 36 tentang peng-hormatan terhadap
bahasa-bahasa daerah. Kiranya dapat disimpulkan bahwa secara normatif, para
founding fathers negara Indonesia sangat menjunjung tinggi pluralitas yang ada
di dalam bangsa Indonesia, baik pluralitas pemerintahan daerah, kebudayaan,
bahasa dan lain-lain. Justru pluralitas itu merupakan aset yang sangat berharga
bagi kejayaan bangsa. Beberapa prinsip yang dapat digali dari Pancasila
sebagai alternatif pemikiran dalam rangka menyelesaikan masalah SARA ini antara
lain: Pertama, Pancasila merupakan paham yang mengakui adanya pluralitas
kenyataan, namun mencoba merangkumnya dalam satu wadah ke-indonesiaan. Kesatuan
tidak boleh menghilangkan pluralitas yang ada, sebaliknya pluralitas tidak
boleh menghancurkan persatuan Indonesia. Implikasi dari paham ini adalah
berbagai produk hukum dan perundangan yang tidak sejalan dengan pandangan ini
perlu ditinjau kembali, kalau perlu dicabut, karena jika tidak akan membawa
risiko sosial politik yang tinggi. Kedua, sumber bahan Pancasila adalah di
dalam tri prakara, yaitu dari nilai-nilai keagamaan, adat istiadat dan
kebiasaan dalam kehidupan bernegara yang diterima oleh masyarakat. Dalam konteks
ini pemikiran tentang toleransi, kerukunan, persatuan, dan sebagainya idealnya
digali dari nilai-nilai agama, adat istiadat, dan kebiasaan kehidupan bernegera
yang diterima oleh masyarakat.
3.2 Penanganan Konflik/Kasus SARA di
Indonesia
Indonesia
adalah negara hukum, dimana semua hal di Indonesia diatur dengan hukum. Hal
tersebut berlaku pula dalam konflik/kasus SARA. Berikut adalah Undang-undang
yang mengatur tentang kasus SARA yang terjadi di Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008
tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
Pasal 4
- Tindakan diskriminatif ras dan
etnis berupa:
Memperlakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya; atau - Menunjukkan kebencian atau rasa
benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan:
- membuat tulisan atau gambar untuk
ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat
lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain;
- berpidato, mengungkapkan, atau
melontarkan kata-kata tertentu di tempat umum atau tempat lainnya yang
dapat didengar orang lain;
- mengenakan
sesuatu pada dirinya berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat umum
atau tempat lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain; atau
- melakukan perampasan nyawa orang,
penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan,
atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis.
Pasal 16
Setiap
orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang
lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus
juta rupiah).
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Pasal 28
(2) Setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan
rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 45
(2) Setiap orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Pasal
156 KUHP “barang siapa di depan umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian
atau merendahkan terhadap satu atau lebih suku bangsa indonesia di hukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat tahun) dengan hukuman denda
setinggi-tingginya 450.000,00 (empat ratus lima puluh ribu rupiah)”.
Pasal
157 Ayat 1 “barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan
atau lukisan di muka umum yang isinya mengandung pernyataan perasaan
permusuhan, kebencian, atau merendahkan di antara atau terhadap golongan rakyat
indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui oleh umum, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan ”.
UUD
No 32 Tahun 2004 Pasal 78 Huruf B “dalam kampanye dilarang menghina seseorang,
agama, ras, suku, golongan, dan calon kepala daerah atau wakil kepala daerah
atau partai politik. ”.
Pasal
116 Ayat 2 “bagi tiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan
pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 Huruf B. Maka akan
diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga bulan) atau palin lama 18
(delapan belas bulan) dan atau denda paling sedikit 600.000,00 (enam ratus ribu
rupiah) dan paling banyak 6.000.000,00 (enam juta rupiah)”
BAB IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan
berbagai fakta yang telah kami paparkan di bab sebelumnya, kami dapat
menyimpulkan bahwa Pancasila telah menata kehidupan sosial di Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Berkaitan dengan konflik SARA yang sering terjadi di negara
ini, Pancasila telah menjelaskan tentang pentingnya persatuan yang sebagaimana
tercantum dalam Sila ketiga Pancasila yang berbunyi “Persatuan Indonesia”.
Namun rendahnya pemahaman masyarakat tentang makna sila-sila Pancasila
khususnya Sila ketiga ini menimbulkan banyaknya konflik SARA yang terjadi.
4.2 Saran
Melihat
kurangnya pemahaman masyarakat tentang makna sila-sila dalam Pancasila
khususnya sila ketiga, maka kami menyarankan agar pemerintah lebih mengedukasi
masyarakat tentang makna-makna sila dalam Pancasila demi tericptanya rasa
persatuan,persaudaraan, rasa sebangsa dan setanah air.
DAFTAR PUSTAKA
http://jhonmiduk8.blogspot.com/2014/06/indonesia-tanpa-diskriminasi-sara.html (diakses
4 Desember 2016)
http://www.documents.tips_makalah-pancasila-sara (diakses
4 Desember 2016)
http://research.amikom.ac.id/index.php/sti/article/download/6184/4597(diakses
4 Desember 2016)